Perkembangan ritel modern seperti hypermarket atau minimarket, belum menggeser posisi toko kelontong dan pasar tradisional seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Ritel tradisional masih menguasai 82 persen total toko ritel.
Pertumbuhan ritel modern biasanya berlangsung di kota-kota besar meski tetap ada kemungkinan masuk ke daerah. Namun, jumlahnya belum perlu dikhawatirkan. Saat ini, dari total 2 juta toko ritel, hypermarket, dan minimarket, hanya berjumlah 15.000. Sekitar 80 persen dari total ritel yang modern berlokasi di Pulau Jawa.
Sementara itu, setengah dari total toko ritel yang modern adalah minimarket. Kemungkinan malah minimarket justru menggerogoti hypermarket, bukan pasar tradisional. Ada dampak pertumbuhan ritel ini, tetapi bukan ke tradisional. Di samping itu juga, banyak investor asing tertarik menanamkan dananya di supermarket Indonesia.
Ritel modern mencakup hal yaitu pendekatan manajemen kategori dan manajemen rantai pasokan. Dalam konteks ini, manajemen kategori dapat dipahami sebagai suatu pendekatan cara penanganan barang pada tingkat kategori melalui klasifikasi yang terstruktur dan sistematis pada bauran produk.
Sementara itu, paradigma baru dalam manajemen rantai pasokan barang menempatkan retailer dalam suatu titik/mata rantai dalam jalur distribusi/pasokan barang yang bersama-sama dengan pihak supplier menjadi bagian dari proses menyeluruh arus penyediaan barang dari hulu ke hilir. Paradigma baru ini menuntut adanya kesamaan persepsi antara supplier dengan retailer dalam memandang pemenuhan kebutuhan dan kepuasan konsumen sebagai tujuan akhir proses.
Pertentangan Ritel Modern dengan Pasar Tradisional
Sejak beberapa tahun yang lalu, perkembangan sektor ritel di berbagai kota dapat dikatakan cukup signifikan. Akibatnya, tidak sedikit juga pusat-pusat perbelanjaan yang lebih dulu muncul, kini, terpaksa ‘gulung tikar’. Tidak hanya itu, sejumlah puhak pun menganggap keberadaan ritel terbaru ini telah menggeser eksistensi ritel tradisional. Lalu, bagaimana perkembangan sektor ritel di Indonesia dalam waktu beberapa tahun terkahir ini?
Pada dasarnya, ritel memiliki arti penjualan yang dilakukan secara efisien. Bersamaan dengan adanya tuntutan pasar bebas, akhirnya ritel pun mengalami perluasan dengan adanya konsep ritel yang modern. Sementara itu, ritel tradisional adalah ritel sederhana yang tempatnya tak terlalu luas dan barang yang dijual pun jenisnya terbatas.
Berbeda dengan ritel bersifat modern yang hadir dengan tempat lebih luas, jenis barang yang dijual lebih banyak, manajemennya lebih terkelola, dan harganya juga telah menjadi harga tetap. Ritel jenis ini memakai konsep melayani sendiri atau sering disebut dengan swalayan. Di dalam ritel terbaru ini dikenal adanya mini market, supermarket, dan hypermart.
Biasanya, gerai ritel terbaru ini disebut dengan pasar modern. Berdasarkan catatan yang diperoleh dari BWI (Business Watch Indonesia), perkembangan ritel di Indonesia mulai dan semakin pesat sejak tahun 2000, khususnya setelah masuknya peritel asing. Misalnya Carrefour, peritel dari Perancis yang membuka ritel berjenis hypermarket dan ada juga Giant yang dimililki oleh Hero-Diary Farm dari Hongkong.
Sorotan Tajam
Perkembangan pesat ritel modern dan juga pasar modern selama tahun 2005 lalu medapat sorotan yang sangat tajam dari banyak kalangan. Tak hanya dari kalangan aktivis mahasiswa, krtitikan paling tajam berasal dari komunitas pasar tradisional. Walaupun belum ada riset ilmiah tentang dampak ritel terhadap eksistensi pasar tradisional, komunitas pasar tradisional telah lama protes.
Salah satunya yang terjadi di Kota Solo. Pasar modern semakin menggusur keberadaan pasar tradisional di Kota Solo. Berkaitan dengan hal itu, Sekjen Pasamuan Paguyuban Pasar Tradisional Surakarta (Papatusa) mengatakan bahwa warga Solo dan sekitarnya akan lebih memilih untuk belanja di pasar modern sebab dianggap lebih nyaman dibandingkan pasar tradisional yang kumuh.
Tak hanya sekadar itu, harga barang yang jauh lebih murah justru membuat banyak pada pedagang pasar lebih memilih kulak di pasar modern. Sementera itu, dampak menjamurnya pasar modern ini menyebabkan kondisi pasar tradisional saat ini “hidup segan mati tak mau”. Artinya, banyak pasar tradisional yang sepi pengunjung pasar.
Pertentangan pasar modern dengan pasar tradisional akhirnya diredam oleh para pemilik kebijakan kota dengan menghimbau untuk tak lagi dipertentangkan. Pada dasarnya, pasar modern dan juga pasar tradisional memiliki kelebihan masing-masing, misalnya dalam hal harga jenis dagangan tertentu. begitu pula terkait dengan segmentasi pasar, kedua-duanya memiliki perbedaan.
Itulah ulasan seputar ritel modern di Indonesia dari comflit.com . Semoga bermanfaat!
Leave a Reply